Sabtu, 13 Oktober 2012

pesantren


MANAJEMEN PONDOK PESANTREN
             I.                  PENDAHULUAN
                  Dalam prinsip ajaran Islam segala sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan melainkan harus dilakukan secara rapi benar tertib dan teratur dan proses-proses juga harus diikuti dengan tertib.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda : yang artinya :
 Sesungguhnya Allah sangat mencintati orang yg jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani)
                  Sebenarnya manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam sebab dalam islam arah gayah (tujuan) yang jelas landasan yang kokoh dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt.
                  Manajemen sebagai ilmu yg baru dikenal pada pertengahan abad ke-19 dewasa ini sangat populer bahkan dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola perusahaan atau lembaga pendidikan tak terkecuali lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren maka dengan manajemen lembaga pendidikan pesantren diharapkan dapat berkembang sesuai harapan karena itu manajemen merupakan sebuah cahaya bagi lembaga pendidikan Islam atau pesantren untuk mengembangkan lembaga ke arah yang lebih baik.
                  Oleh karena itu pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas mengenai Manajemen Pondok Pesantren.

          II.                  RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana konsep dasar manajemen pondok pesantren?
B.     Bagaimana peran kiai dalam pondok pesantren?
C.     Apa saja pola-pola pondok pesantren?
D.    Bagaimana problematika pengelolaan pesantren?
E.     Bagaimana strategi pengembangan pondok pesantren dalam era globalisasi?


       III.                  PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar  Pondok Pesantren
Hamzah (1994 : 32) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah ditentukan sebelum dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
            Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekatnya adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.
Pesantren merupakan suatu komunitas tersendiri, dimana kiai, ustadz, santri dan pengurus pesantren hidup bersama dalam satu lingkungan. Dengan demikian unsure-unsur pesantren meliputi:
1.      Pelaku terdiri dari kiai, ustadz, santri dan pengurus
2.      Sarana perangkat keras: misalnya masjid, rumah kiai(dhalem), pondok, gedung sekolah, gedung-gedung lain untuk pendidikan seperti aula,perpustakaan, kantor pengurus pesantren, kantor organisasi santri, keamanan, gedung ketrampilan dan lain-lain.
3.      Sarana peramgkat lunak: kurikulum, buku-buku dan sumber belajar lainnya, cara belajar mengajar, evaluasi belajar-mengajar.
Dalam buku Tradisi Pesantren karya Dr. Zamakhsari Dhafir disebutkan bahwa pesantren itu terbentuk atas lima elemen, yaitu pondok, masjid, santri, kitab-kitab yang dikaji, dan kiai. Santri ialah siswa yang menuntut ilmu, pondok atau asrama merupakan tempat tinggal para santri, masjid ialah tempat beribadah sekaligus tempat taklim dan mengkaji ilmu, kitab merupakan sumber pengkajian ilmu, sedangkan kiai merupakan guru yang selalu mengajarkan ilmu kepada para santri.[1]
Tujuan terbentuknya pesantren adalah; (1) tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballigh islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan agamanya; (2) tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.[2]
B.     Peran Kiai dalam Pondok Pesantren
Peran  kiai dalam pondok pesantren  ibarat  dua sisi mata uang. Keduanya satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Posisi kiai dalam lembaga pesantren adalah sangat menentukan, kemana arah perjalanan pesantren.
Kiai-ulama adalah penentu langkah pergerakan pesantren. Ia sebagai pemimpin masyarakat, pengasuh pesantren, dan sekaligus sebagai ulama. Sebagai ulama, kiai berfungsi sebagai pewaris para nabi (waratsah al-anbiya’), yakni mewarisi apa saja yang dianggap sebagai ilmu oleh para nabi, baik dalam bersikap, berbuat dan teladan baik mereka.[3]
Dalam tradisi kita, kiai-ulama bertindak sebagai fitur sentral ditengah masyarakat, segala ucapan, perbuatan, dan tingkah lakunya dijadikan soko guru oleh umat. Kadang kiai dianggap manusia suci yang memiliki karomah dan sebagai sumber keberkahan. Sehingga dalam komunitas pesantren, semua perbuatn yang dilakukan oleh setiap wargapesantren sangat tergantung pada restu kiai. Baik ustadz maupun santri selalu berusaha jangan sampai melakukan hal-hal yang tidak berkenan dihadapan kiai.
Keputusan-keputusan kiai ini berfungsi sebagai bentuk perundang-undangan yang berlaku secara internal dipesantren, sebagai landasan dalam melakukan kegiatan-kegiatan keseharian, sebagai acuan dalam melakukan inovasi dan tenti saja sebagai petunjuk arah bagi program-program yang dilaksanakan. Semua fungsi ini memiliki kontribusi terhadap kelancaran pembelajaran dan pada gilirannya akan mewujudkan kemajuan pesantren.
Dalam konteks pesantren, manajemen puncak dikendalikan oleh kiai, manajemen menengah dikendalikan ustadz senior, sedangkan manajemen tingkat bawah dikendalikan oleh ustadz junior.[4]
C.     Pola-pola Pondok Pesantren
Sesuai  dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awalnya pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tidak lagi selamanya benar. Dan adapun pola-pola pesantren saat sekarang ini adalah sebagai berikut:[5]

Pola I
Pesantren Pola I ini adalah pesantren yang masih terikat kuat dengan system pendidikan Islam sebelum zaman pembaharuan pendidikan islam di Indonesia. Ciri-cirinya adalah Pertama,pengkajian  kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua, memakai metode sorogan,wetonan, dan hafalan didalam berlangsungnya proses belajar-mengajar. Kelima, tidak memakai system klasikal. Keempat, tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual, dan kemanusiaan, mengajarkan sikap  dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para santri untuk hidup dan bersih hati.
Sebagian dari pesantren Pola ini ada yang lebih menghususkan diri kepada satu bidang tertentu misalnya keahlian fikih, hadits, bahasa arab, tasawuf ataupun lainnya. Oleh karena itulah sering seorang santri pindah dari satu pesantren kepesantren lainnya yang menjadi pola spesifik pesantren yang dituju.

Pola II
Pesantren pola II inti pelajaran tetap menggunakan kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklaikal. Disamping itu, diajarkan ekstra kurikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian.
Pada system klasikal, tingkat pendidikan dibagi kepada jenjang pendidikan dasar (ibtidaiyah) 6 tahun, pendidikan menengah pertama  (tsanawiyah) dan jenjang pendidikan atas (aliyah). Dan system nonklasikal, membaca kitab-kitab klasik dengan metode sorogan dan wetonan.
Selain dari materi pelajarn ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, dipesantren ini juga diajarkan sedikit pengetahuan umum, keterampilan, latihan berorganisasi, olah raga dan lain-lain.

Pola III
Pesantren Pola III adalah pesantren yang didalamnya program keilmuan telah diupayakan Menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Pola III ini adalah penanaman berbagai aspek pendidikan seperti kemasyarakatan, ketrrampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan.
Struktur kurikulum yang digunakan dalam Pola III ini ada yang mendasarkannya kepada struktur madrasah negri dengan memodifikasi mata pelajaran agama, dan ada yang memakai kurikulum yang dibuat oleh pondok pesantren sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu agamanya tidak mesti dari bersumber dari kitab-kitab klasik.

Pola IV
Pesantren pola ini adalah pesantren yang mengutamakn pengajaran ilmu-ilmu ketrampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat melaksanakan berbagai ketrampilan guna dijadikan bekal hidupnya. Dengan demikian kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas, dan praktik.

Pola V
Pesantren Pola V ini adalah pesantren yang mengasuh beraneka ragam lembaga pendidikan yang yang tergolong formal dan nonformal. Pesantren ini juga dapat dikatakansebagai pesantren yang lebih lengkap dari pesantren yang telah disebutkan diatas. Kelengkapannya itu ditinjau dari segi keanekaragaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.
D.    Problematika Pengelolaan Pesantren
Salah satu factor yang perlu ditingkatkan sebagai persyaratan agar pondok pesantren menjadi baik adalah bagaimana memenej berbagai potensi yang ada sehingga potensi tersebut menjadi factor pendukung dalam pengembangan pondok pesantren. Namun demikian dalam proses pengembangan yang ada tersebut banyak menghadapi problem. Problem tersebut antara lain berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, minimnya sarana dan prasarana, dan akuntabilitas program kemasyarakatan yang kurang memadai, terutama dalam kaitan dengan kebutuhan era global.[6]
Maraknya perbincangan mengenai isu hubungan pendidikan pesantren dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bias dilepaskan dari realitas empirik keberadaan pesantren dewasa ini yang dinilai kurang mampu mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya. Setidaknya terdapat dua, potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu potensi pendidikan dan pengembangan masyarakat.
Khusus dalam pendidikan, misalnya pesantren dapat dikatakan kalah bersaing dalam menawarkan suatu model pendidikan kompetitif yang mampu melahirkan output (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu sekaligus skill sehingga dapat menjadi bekal terjun ke dalam kehidupan social yang terus mengalami percepatan perubahan akibat modernisasi yang ditopang kecanggihan sains dan teknologi. Kegagalan pendidikan pesantren dalam melahirkan sumber daya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu keislaman dan penguasaan teknologi secara sinergis berimplikasi terhadap kemacetan potensi pesantren kapasitasnya, sebagai salah satu agents of social change dalam berpartisipasi mendukung proses transformasi social bangsa.
Terkait dengan problema pendidikan pesantren dalam interaksinya dengan perubahan social akibat modernisasi ataupun globalisasi, kalangan internal sendiri sebenarnya sudah mulai melakukan pembenahan. Salah satu bentuknya adalah pengembangan model pendidikan formal (sekolah), mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, dilingkungan pesantren dengan menawarkan perpaduan kurikulum keagamaan dan umum serta perangkat keterampilan teknologis yang dirancang  bangun secara sistematik integralistik.[7]

E.     Pengembangan  Strategi Pondok  Pesantren Menghadapi Era Globalisasi
Menurut azyumardi Azra, bahwa globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru sama sekali bagi msyarakat muslim Indonesia. Menurutnya, bahwa pembentukan dan perkembangan masyarakat muslim Indonesia bahkan berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan dari waktu ke waktu.[8]
Globalisasi mempengaruhi tradisi budaya,agama, filsafat, politik dan hokum yang ada. Selanjutnya dampak yang ditimbulkan  globalisasi barat tersebut pada tahap selanjutnya menimbulkan paradigm baru dalam dunia pendidikan utamanya pendidikan dalam pondok pesantren.
Pengembangan pondok pesantren (Ponpes) merupakan suatu keharusan dalam menghadapi era globalisasi.[9] Sebab untuk mencapai kemajuan pesantren harus melakukan peninjauan ulang. Dengan pengembangan tersebut, akan memberikan kontribusi signifikan bagi upaya peningkatan kehidupan masa depan pendididakan.
Untuk menjawab  tantangan globalisasi maka ada beberapa hal yang dikembangkan dalam pesantren, yaitu:[10]
1.      Penataan kurikulum
Perkembangan ilmu yang semakin dahsyat. Karena itu pesantren tidak cukup untuk mentransferkan ilmu, tetapi lebih dari itu lagi yakni meningkatkn kemampuan belajar (learning capacity)
Rancangan kurikulum pun disesuaikan perkembaangan ilmu pengetahuan  masa kini dan masa depan. Ada 4 pilar ilmu yang mesti diberikan kepada peserta didik:
a.       ilmu ilmu-ilmu pengetahuan keagamaan
b.       ilmu pengetahuan kealaman (natural sciences)
c.        ilmu pengetahuan social (social sciences
d.       Humaniora
Keempat pilar ilmu dijabarkan dalam bentuk mata pelajaran yang diberikan dalam bentuk mata pelajaran yang diberikan dalam bentuk intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstra kurikuler.
2.      Proses pembelajarn
Proses pembelajaran termasuk didalamnya kualitas tenagapendidik. Tenaga pendidik berkualitas adalah kondisi yang tidak biasa ditawar guna meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu, pendidik mesti memiliki kompetensi yang telah tersertifikai. Selain itu semua, perlu diperhatikan pula fasilitas pembelajarannya.
3.      Pembentukan karakter (character building)
Pendidikan misinya yang paling utama adalah pembentukan kepribadian, bukan pemindahan ilmu. Mungkin Disatu sisi kita telah berhasil dalam bidang transfer knowledge, tetapi belum seutuhnya kita berhasil dalam pembentukan watak. Diantara karakter yang perlu dibangun adalah, motivasi, etos kerja, semangat berkompetensi, jujur, disiplin, ulet, dan berbagai watak positif lainnya.
Pembentukan watak seperti yang diharapkan ini tidak semuanya tergantung pada transfer knowledge, mesti dirancang dalam pendidikan kita transfer value(transfer nilai-nilai). Nilai positif yang telah menjadi watak bangsa lain yang positifyang perlu kita tiru, perlu ditransferkan kepada peserta didik kita. Dan disinilah perlu dirancangkan medianya. Karna tidak cukup hanya dengan mentransferkan ilmu saja, perlu ada pendidikan motivasi, disiplin, jujur, bekerja keras, berkompetensi, dan lain sebagainya. Ini semuanya diprogramkan oleh lembaga pendidikan merupakan bagian dari kurikulum.
4.      Pembentukan manusia religious dan akhlak
Sebagian dari nilai-nilai religious dan akhlak telah diuraikan dalam pembentukan karakter. Nilai religius adalah menyadarkan seseorang bahwa dia adalah hamba Allah yang dia harus taat kepadaNya. Dia bukan makhluk superman sehingga meninggalkan arogansi, walaupun dia memiliki  keistimewaan,dia adalah makhluk yang daif dihadapan Allah karena itu dia selalu butuh kasih saying-NYA karena dia selalu berupaya untuk menarik cinta Ilahi kepada-Nya maka dia berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya, Dan setelah itu sampailah dia kepada perjalanan dirinya bahwa Allah selalu bersamanya.
Akhlak, tidak hanya terdapat dalam karakter yang disebutkan tetapi lebih dari itu. Kalau yang disebutkan diatas karakter –karakter tersebut banyak kaitannya dengan tanggung jawab pribadinya (harga dirinya) sebagai manusia maka akhlak yang ingin dibentuk ini adalah tanggung jawabnya disamping dirinya, juga Allah, manusia dan makhluk lainnya. Disinilah letaknya memfungsikan serta mengaktualkan dirinya sebagai khaliftullah dan sebagai hamba Allah.
5.      Pembentukan manusia sebagai makhluk social
Didunia yang mengglobal maka orang harus dapat menerima kenyataan bahwa didunia ini bukan dia saja yang hidup. Masih banyak orang lain yang berbeda dengan dia, berbeda tempat tinggal, suku, bangsa, bahasa, agama, budaya, dan adat istiadat. Bagaimanakah dia bisa hidup ditengah-tengah masyarakat yang sedemikian itu. Bila dia tidak siap dengan kenyataan yang ada? Karena itu salah satu muatan pendidikan kita itu bernuansa kemajemukan, termasuk didunia pesantren, disini perlu dirancang pendidikan multicultural.
6.      Pembentukan watak bekerja
Kerja adalah kebutuhan pokok manusia, manusia bekerja bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi untuk menunjukkan keberadaannya (eksistensiannya). Kalau boleh kita pinjam perkataan Descartes cogito ergo sum ‘’saya berfikir maka saya ada’’ maka ‘’saya bekerja, maka saya ada’’. Begitulah pentingnya bekerja tersebut. Manusia sejak dini mesti diberi orientasi kerja. Orientasi kerja tidak sama dengan membuat pelatihan kerja. Yang paling dipentingkan disini persepsi dan tanggapan mereka tentang kerja.
       IV.                  ANALISIS
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan yang menampung banyak santri untuk menimba ilmu agama. Dan jika digabungkan dengan  manajemen pesantren yang berarti pengelolaan tempat seseorang mencari ilmu keagamaan.
 Dalam dunia pesantren ada lima elemen yang tidak bisa terlepas, salah satu diantaranya adalah seseorang yang mengatur segala sesuatu tentang jalannya proses pelaksanaan pesantren tersebut yaitu kiai. segala apapun ucapannya dan apapun keputusannya itulah yang menjadi patokan terlaksananya sebuah program dalam pesantren. Dalam manajemen sering dipandang kurang baik karna seharusnya dalam pengelolaan sebuah organisasi perlu melibatkan semua segenap kepengurusan dan inilah yang sering dianggap kelemahan dalam dunia pondok pesantren. Namun, meskipun demikian ucapan dan keputusan sang kiai memang tidak perlu diragukan lagi karena semua itu berlandaskan ilmu sang kiai.
Pengelolaan pendidikan pesantren perlu ditindak lanjuti karena pesantren merupakan lahan subur penyemaian bibit-bibit unggul manusia Indonesia. Dan agar pesantren berhasil dalam penyemaian ini setiap pesantren harus melakukan pengembangan semua sumberdaya, pesantren harus melengkapi dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumberdaya yang ada dalam lingkungan, dan juga pesantren harus tetap menjaga potensinya sebagai lembaga pendidikan.
          V.                  KESIMPULAN
A.    Manajemen Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah ditentukan sebelum dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Unsur-unsur pesantren dibagi menjadi tiga bagian; pelaku, perangkat keras dan perangkat lunak. Tujuan pesantren terdiri dari tujuan khusus dan umum.
B.     Kiai-ulama adalah penentu langkah pergerakan pesantren. Ia sebagai pemimpin masyarakat, pengasuh pesantren, dan sekaligus sebagai ulama.
C.     Pola-pola pondok pesantren ada 5,yaitu: Pola I, pesantren yang masih terikat kuat dengan system pendidikan Islam sebelum zaman pembaharuan. Pola II, 
Mulai mengajarkan ekstra kurikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian. PolaIII, Menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Pola IV, mengutamakn pengajaran ilmu-ilmu ketrampilan disamping ilmu-ilmu agama. Pola V, mengasuh beraneka ragam lembaga pendidikan yang yang tergolong formal dan nonformal.
D.    Problem dalam pengelolaan pondok pesantren antara lain berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, minimnya sarana dan prasarana, dan akuntabilitas program kemasyarakatan yang kurang memadai, terutama dalam kaitan dengan kebutuhan era global.
E.     Dalam era globalisasi ada 6 hal yang perlu dikembangkan dalam pesantren yaitu: penataan kurikulum, proses pembelajaran, Pembentukan karakter,
Pembentukan manusia religious dan akhlak, pembentukan manusia sebagai makhluk social,dan pembentukan watak bekerja.

           


DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul & jusuf mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:Kencana.2008
M.Sulthon & Moh.Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam PERSPEKTIF GLOBAL,(Jember: LaksBang PRESSindo.2006
Nata, Abudin, kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam,Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2012
Pesantren, Pustaka, Pemberdayaan Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan,Yogyakarta:PT.LKiS Pelangi Aksara.2005
Putra Daulay,Haidar, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia,Jakarta:PT RINEKA CIPTA.2009
Putra Daulay, Haidar , Pendidikan Islam  Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indinesia.Jakarta:PRENADA MEDIA.2004
Rr SuhartinI, A.Halim, & M .Choirul Arif,A,sunarto, Manajemen Pesantren,Yogyakarta:PT.LKIS Printing Cemerlang.2009
Zarkasih, Effendi, Khutbah Jum’at Aktual, Jakarta: Gema Insani,1999




[1] Effendi Zarkasih, Khutbah Jum’at Aktual,(Jakarta: Gema Insani,1999),hlm 81
[2] Abdul mujib & jusuf mudzakkir,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta:Kencana.2008). hlm 235
[3] Pustaka Pesantren,Pemberdayaan Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan,(Yogyakarta:PT.LKiS Pelangi Aksara.2005). hlm 7
[4] Ibid, hlm 8
[5] H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam  Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indinesia.(Jakarta:PRENADA MEDIA.2004). Hlm 27-30
[6] M.Sulthon & Moh.Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam PERSPEKTIF GLOBAL,(Jember: LaksBang PRESSindo.2006),hlm 21
[7] Ibid,hlm 26-27
[8] Abudin Nata, kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.2012)hlm 328
[9] A.Halim,Rr Suhartini & M .Choirul Arif,A,sunarto, Manajemen Pesantren,(Yogyakarta:PT.LKIS Printing Cemerlang.2009).hlm 3
[10] Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta:PT RINEKA CIPTA.2009). hlm.131-134

Tidak ada komentar:

Posting Komentar