I.
PENDAHULUAN
Dalam prinsip ajaran Islam segala sesuatu tidak boleh dilakukan secara
asal-asalan melainkan harus dilakukan secara rapi benar tertib dan teratur dan
proses-proses juga harus diikuti dengan tertib.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw
bersabda : yang artinya :
“Sesungguhnya Allah sangat mencintati orang
yg jika melakukan sesuatu pekerjaan dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas
dan tuntas)”. (HR Thabrani)
Sebenarnya manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam sebab dalam islam arah gayah (tujuan) yang jelas landasan yang kokoh dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt.
Sebenarnya manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam sebab dalam islam arah gayah (tujuan) yang jelas landasan yang kokoh dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt.
Manajemen
sebagai ilmu yg baru dikenal pada pertengahan abad ke-19 dewasa ini sangat
populer bahkan dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola perusahaan atau
lembaga pendidikan tak terkecuali lembaga pendidikan Islam seperti pondok
pesantren maka dengan manajemen lembaga pendidikan pesantren diharapkan dapat
berkembang sesuai harapan karena itu manajemen merupakan sebuah cahaya bagi
lembaga pendidikan Islam atau pesantren untuk mengembangkan lembaga ke arah
yang lebih baik.
Oleh
karena itu pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas mengenai Manajemen
Pondok Pesantren.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana
konsep dasar manajemen pondok pesantren?
B. Bagaimana
peran kiai dalam pondok pesantren?
C. Apa
saja pola-pola pondok pesantren?
D. Bagaimana
problematika pengelolaan pesantren?
E. Bagaimana
strategi pengembangan pondok pesantren dalam era globalisasi?
III.
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Pondok Pesantren
Hamzah
(1994 : 32) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pendidikan
Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar
terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah
ditentukan sebelum dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi
segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekatnya adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.
Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekatnya adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.
Pesantren
merupakan suatu komunitas tersendiri, dimana kiai, ustadz, santri dan pengurus
pesantren hidup bersama dalam satu lingkungan. Dengan demikian unsure-unsur
pesantren meliputi:
1. Pelaku
terdiri dari kiai, ustadz, santri dan pengurus
2. Sarana
perangkat keras: misalnya masjid, rumah kiai(dhalem), pondok, gedung sekolah,
gedung-gedung lain untuk pendidikan seperti aula,perpustakaan, kantor pengurus
pesantren, kantor organisasi santri, keamanan, gedung ketrampilan dan
lain-lain.
3. Sarana
peramgkat lunak: kurikulum, buku-buku dan sumber belajar lainnya, cara belajar
mengajar, evaluasi belajar-mengajar.
Dalam
buku Tradisi Pesantren karya Dr. Zamakhsari Dhafir disebutkan bahwa pesantren
itu terbentuk atas lima elemen, yaitu pondok, masjid, santri, kitab-kitab yang
dikaji, dan kiai. Santri ialah siswa yang menuntut ilmu, pondok atau asrama
merupakan tempat tinggal para santri, masjid ialah tempat beribadah sekaligus
tempat taklim dan mengkaji ilmu, kitab merupakan sumber pengkajian ilmu,
sedangkan kiai merupakan guru yang selalu mengajarkan ilmu kepada para santri.[1]
Tujuan
terbentuknya pesantren adalah; (1) tujuan umum, yaitu membimbing anak didik
untuk menjadi manusia yang berkepribadian islam, yang dengan ilmu agamanya ia
sanggup menjadi muballigh islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan
agamanya; (2) tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi
orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta
dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.[2]
B. Peran
Kiai dalam Pondok Pesantren
Peran kiai
dalam pondok pesantren ibarat dua sisi mata uang. Keduanya satu sama lain
tidak dapat dipisahkan. Posisi kiai dalam lembaga pesantren adalah sangat
menentukan, kemana arah perjalanan pesantren.
Kiai-ulama adalah penentu langkah pergerakan
pesantren. Ia sebagai pemimpin masyarakat, pengasuh pesantren, dan sekaligus
sebagai ulama. Sebagai ulama, kiai berfungsi sebagai pewaris para nabi
(waratsah al-anbiya’), yakni mewarisi apa saja yang dianggap sebagai ilmu oleh
para nabi, baik dalam bersikap, berbuat dan teladan baik mereka.[3]
Dalam tradisi kita, kiai-ulama bertindak sebagai
fitur sentral ditengah masyarakat, segala ucapan, perbuatan, dan tingkah
lakunya dijadikan soko guru oleh umat. Kadang kiai dianggap manusia suci yang
memiliki karomah dan sebagai sumber keberkahan. Sehingga dalam komunitas
pesantren, semua perbuatn yang dilakukan oleh setiap wargapesantren sangat
tergantung pada restu kiai. Baik ustadz maupun santri selalu berusaha jangan
sampai melakukan hal-hal yang tidak berkenan dihadapan kiai.
Keputusan-keputusan kiai ini berfungsi sebagai
bentuk perundang-undangan yang berlaku secara internal dipesantren, sebagai
landasan dalam melakukan kegiatan-kegiatan keseharian, sebagai acuan dalam
melakukan inovasi dan tenti saja sebagai petunjuk arah bagi program-program
yang dilaksanakan. Semua fungsi ini memiliki kontribusi terhadap kelancaran
pembelajaran dan pada gilirannya akan mewujudkan kemajuan pesantren.
Dalam konteks pesantren, manajemen puncak
dikendalikan oleh kiai, manajemen menengah dikendalikan ustadz senior,
sedangkan manajemen tingkat bawah dikendalikan oleh ustadz junior.[4]
C. Pola-pola
Pondok Pesantren
Sesuai dengan
arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah
pula. Kalau pada tahap awalnya pesantren diberi makna dan pengertian sebagai
lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga
pendidikan tradisional tidak lagi selamanya benar. Dan adapun pola-pola
pesantren saat sekarang ini adalah sebagai berikut:[5]
Pola
I
Pesantren Pola I ini adalah pesantren yang masih
terikat kuat dengan system pendidikan Islam sebelum zaman pembaharuan pendidikan
islam di Indonesia. Ciri-cirinya adalah Pertama,pengkajian kitab-kitab klasik semata-mata. Kedua,
memakai metode sorogan,wetonan, dan hafalan didalam berlangsungnya proses
belajar-mengajar. Kelima, tidak memakai system klasikal. Keempat, tujuan pendidikan
adalah untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai
nilai-nilai spiritual, dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral,
serta menyiapkan para santri untuk hidup dan bersih hati.
Sebagian dari pesantren Pola ini ada yang lebih menghususkan
diri kepada satu bidang tertentu misalnya keahlian fikih, hadits, bahasa arab,
tasawuf ataupun lainnya. Oleh karena itulah sering seorang santri pindah dari
satu pesantren kepesantren lainnya yang menjadi pola spesifik pesantren yang
dituju.
Pola
II
Pesantren pola II inti pelajaran tetap menggunakan
kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam bentuk klasikal dan nonklaikal.
Disamping itu, diajarkan ekstra kurikuler seperti keterampilan dan praktik
keorganisasian.
Pada system klasikal, tingkat pendidikan dibagi
kepada jenjang pendidikan dasar (ibtidaiyah) 6 tahun, pendidikan menengah
pertama (tsanawiyah) dan jenjang
pendidikan atas (aliyah). Dan system nonklasikal, membaca kitab-kitab klasik
dengan metode sorogan dan wetonan.
Selain
dari materi pelajarn ilmu agama lewat kitab-kitab klasik, dipesantren ini juga
diajarkan sedikit pengetahuan umum, keterampilan, latihan berorganisasi, olah
raga dan lain-lain.
Pola
III
Pesantren Pola III adalah pesantren yang didalamnya
program keilmuan telah diupayakan Menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum.
Pola III ini adalah penanaman berbagai aspek pendidikan seperti kemasyarakatan,
ketrrampilan, kesenian, kejasmanian, kepramukaan.
Struktur kurikulum yang digunakan dalam Pola III ini
ada yang mendasarkannya kepada struktur madrasah negri dengan memodifikasi mata
pelajaran agama, dan ada yang memakai kurikulum yang dibuat oleh pondok
pesantren sendiri. Pengajaran ilmu-ilmu agamanya tidak mesti dari bersumber
dari kitab-kitab klasik.
Pola
IV
Pesantren pola ini adalah pesantren yang mengutamakn
pengajaran ilmu-ilmu ketrampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai mata
pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para santrinya untuk memahami dan dapat
melaksanakan berbagai ketrampilan guna dijadikan bekal hidupnya. Dengan demikian
kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas, dan praktik.
Pola
V
Pesantren Pola V ini adalah pesantren yang mengasuh
beraneka ragam lembaga pendidikan yang yang tergolong formal dan nonformal.
Pesantren ini juga dapat dikatakansebagai pesantren yang lebih lengkap dari
pesantren yang telah disebutkan diatas. Kelengkapannya itu ditinjau dari segi
keanekaragaman bentuk pendidikan yang dikelolanya.
D. Problematika
Pengelolaan Pesantren
Salah satu factor yang perlu ditingkatkan sebagai
persyaratan agar pondok pesantren menjadi baik adalah bagaimana memenej
berbagai potensi yang ada sehingga potensi tersebut menjadi factor pendukung
dalam pengembangan pondok pesantren. Namun demikian dalam proses pengembangan
yang ada tersebut banyak menghadapi problem. Problem tersebut antara lain
berkaitan dengan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas, minimnya
sarana dan prasarana, dan akuntabilitas program kemasyarakatan yang kurang
memadai, terutama dalam kaitan dengan kebutuhan era global.[6]
Maraknya perbincangan mengenai isu hubungan
pendidikan pesantren dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bias
dilepaskan dari realitas empirik keberadaan pesantren dewasa ini yang dinilai
kurang mampu mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya. Setidaknya terdapat
dua, potensi besar yang dimiliki pesantren yaitu potensi pendidikan dan
pengembangan masyarakat.
Khusus dalam pendidikan, misalnya pesantren dapat
dikatakan kalah bersaing dalam menawarkan suatu model pendidikan kompetitif
yang mampu melahirkan output (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan
ilmu sekaligus skill sehingga dapat menjadi bekal terjun ke dalam kehidupan
social yang terus mengalami percepatan perubahan akibat modernisasi yang
ditopang kecanggihan sains dan teknologi. Kegagalan pendidikan pesantren dalam
melahirkan sumber daya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu
keislaman dan penguasaan teknologi secara sinergis berimplikasi terhadap
kemacetan potensi pesantren kapasitasnya, sebagai salah satu agents of social
change dalam berpartisipasi mendukung proses transformasi social bangsa.
Terkait dengan problema pendidikan pesantren dalam
interaksinya dengan perubahan social akibat modernisasi ataupun globalisasi,
kalangan internal sendiri sebenarnya sudah mulai melakukan pembenahan. Salah
satu bentuknya adalah pengembangan model pendidikan formal (sekolah), mulai
dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, dilingkungan pesantren dengan
menawarkan perpaduan kurikulum keagamaan dan umum serta perangkat keterampilan
teknologis yang dirancang bangun secara
sistematik integralistik.[7]
E. Pengembangan
Strategi Pondok Pesantren Menghadapi Era Globalisasi
Menurut azyumardi Azra, bahwa globalisasi sebenarnya
bukanlah fenomena baru sama sekali bagi msyarakat muslim Indonesia. Menurutnya,
bahwa pembentukan dan perkembangan masyarakat muslim Indonesia bahkan
berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan dari
waktu ke waktu.[8]
Globalisasi mempengaruhi tradisi budaya,agama,
filsafat, politik dan hokum yang ada. Selanjutnya dampak yang ditimbulkan globalisasi barat tersebut pada tahap
selanjutnya menimbulkan paradigm baru dalam dunia pendidikan utamanya
pendidikan dalam pondok pesantren.
Pengembangan pondok pesantren (Ponpes) merupakan
suatu keharusan dalam menghadapi era globalisasi.[9]
Sebab untuk mencapai kemajuan pesantren harus melakukan peninjauan ulang.
Dengan pengembangan tersebut, akan memberikan kontribusi signifikan bagi upaya
peningkatan kehidupan masa depan pendididakan.
Untuk
menjawab tantangan globalisasi maka ada
beberapa hal yang dikembangkan dalam pesantren, yaitu:[10]
1. Penataan
kurikulum
Perkembangan ilmu yang semakin dahsyat. Karena itu
pesantren tidak cukup untuk mentransferkan ilmu, tetapi lebih dari itu lagi
yakni meningkatkn kemampuan belajar (learning
capacity)
Rancangan
kurikulum pun disesuaikan perkembaangan ilmu pengetahuan masa kini dan masa depan. Ada 4 pilar ilmu
yang mesti diberikan kepada peserta didik:
a. ilmu
ilmu-ilmu pengetahuan keagamaan
b. ilmu pengetahuan kealaman (natural sciences)
c. ilmu pengetahuan social
(social sciences
d. Humaniora
Keempat
pilar ilmu dijabarkan dalam bentuk mata pelajaran yang diberikan dalam bentuk
mata pelajaran yang diberikan dalam bentuk intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstra kurikuler.
2. Proses
pembelajarn
Proses pembelajaran termasuk didalamnya kualitas
tenagapendidik. Tenaga pendidik berkualitas adalah kondisi yang tidak biasa
ditawar guna meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu, pendidik mesti memiliki
kompetensi yang telah tersertifikai. Selain itu semua, perlu diperhatikan pula
fasilitas pembelajarannya.
3. Pembentukan
karakter (character building)
Pendidikan misinya yang paling utama adalah
pembentukan kepribadian, bukan pemindahan ilmu. Mungkin Disatu sisi kita telah
berhasil dalam bidang transfer knowledge,
tetapi belum seutuhnya kita berhasil dalam pembentukan watak. Diantara karakter
yang perlu dibangun adalah, motivasi, etos kerja, semangat berkompetensi,
jujur, disiplin, ulet, dan berbagai watak positif lainnya.
Pembentukan watak seperti yang diharapkan ini tidak
semuanya tergantung pada transfer
knowledge, mesti dirancang dalam pendidikan kita transfer value(transfer nilai-nilai). Nilai positif yang telah
menjadi watak bangsa lain yang positifyang perlu kita tiru, perlu ditransferkan
kepada peserta didik kita. Dan disinilah perlu dirancangkan medianya. Karna
tidak cukup hanya dengan mentransferkan ilmu saja, perlu ada pendidikan
motivasi, disiplin, jujur, bekerja keras, berkompetensi, dan lain sebagainya.
Ini semuanya diprogramkan oleh lembaga pendidikan merupakan bagian dari
kurikulum.
4. Pembentukan
manusia religious dan akhlak
Sebagian dari nilai-nilai religious dan akhlak telah
diuraikan dalam pembentukan karakter. Nilai religius adalah menyadarkan
seseorang bahwa dia adalah hamba Allah yang dia harus taat kepadaNya. Dia bukan
makhluk superman sehingga meninggalkan arogansi, walaupun dia memiliki keistimewaan,dia adalah makhluk yang daif dihadapan Allah karena itu dia
selalu butuh kasih saying-NYA karena dia selalu berupaya untuk menarik cinta
Ilahi kepada-Nya maka dia berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya, Dan
setelah itu sampailah dia kepada perjalanan dirinya bahwa Allah selalu
bersamanya.
Akhlak, tidak hanya terdapat dalam karakter yang
disebutkan tetapi lebih dari itu. Kalau yang disebutkan diatas karakter
–karakter tersebut banyak kaitannya dengan tanggung jawab pribadinya (harga
dirinya) sebagai manusia maka akhlak yang ingin dibentuk ini adalah tanggung
jawabnya disamping dirinya, juga Allah, manusia dan makhluk lainnya. Disinilah
letaknya memfungsikan serta mengaktualkan dirinya sebagai khaliftullah dan
sebagai hamba Allah.
5. Pembentukan
manusia sebagai makhluk social
Didunia yang mengglobal maka orang harus dapat
menerima kenyataan bahwa didunia ini bukan dia saja yang hidup. Masih banyak orang
lain yang berbeda dengan dia, berbeda tempat tinggal, suku, bangsa, bahasa,
agama, budaya, dan adat istiadat. Bagaimanakah dia bisa hidup ditengah-tengah
masyarakat yang sedemikian itu. Bila dia tidak siap dengan kenyataan yang ada?
Karena itu salah satu muatan pendidikan kita itu bernuansa kemajemukan,
termasuk didunia pesantren, disini perlu dirancang pendidikan multicultural.
6. Pembentukan
watak bekerja
Kerja adalah kebutuhan pokok manusia, manusia
bekerja bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi untuk
menunjukkan keberadaannya (eksistensiannya). Kalau boleh kita pinjam perkataan
Descartes cogito ergo sum ‘’saya berfikir maka saya ada’’ maka ‘’saya bekerja,
maka saya ada’’. Begitulah pentingnya bekerja tersebut. Manusia sejak dini mesti
diberi orientasi kerja. Orientasi kerja tidak sama dengan membuat pelatihan
kerja. Yang paling dipentingkan disini persepsi dan tanggapan mereka tentang
kerja.
IV.
ANALISIS
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
yang menampung banyak santri untuk menimba ilmu agama. Dan jika digabungkan
dengan manajemen pesantren yang berarti
pengelolaan tempat seseorang mencari ilmu keagamaan.
Dalam dunia pesantren ada lima elemen yang
tidak bisa terlepas, salah satu diantaranya adalah seseorang yang mengatur
segala sesuatu tentang jalannya proses pelaksanaan pesantren tersebut yaitu
kiai. segala apapun ucapannya dan apapun keputusannya itulah yang menjadi
patokan terlaksananya sebuah program dalam pesantren. Dalam manajemen sering
dipandang kurang baik karna seharusnya dalam pengelolaan sebuah organisasi
perlu melibatkan semua segenap kepengurusan dan inilah yang sering dianggap
kelemahan dalam dunia pondok pesantren. Namun, meskipun demikian ucapan dan
keputusan sang kiai memang tidak perlu diragukan lagi karena semua itu
berlandaskan ilmu sang kiai.
Pengelolaan pendidikan pesantren perlu ditindak
lanjuti karena pesantren merupakan lahan subur penyemaian bibit-bibit unggul
manusia Indonesia. Dan agar pesantren berhasil dalam penyemaian ini setiap
pesantren harus melakukan pengembangan semua sumberdaya, pesantren harus
melengkapi dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola sumberdaya yang ada
dalam lingkungan, dan juga pesantren harus tetap menjaga potensinya sebagai
lembaga pendidikan.
V.
KESIMPULAN
A. Manajemen Pendidikan Pesantren adalah
aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam
usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah ditentukan sebelum
dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi segala sumberdaya
Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Unsur-unsur pesantren dibagi menjadi tiga bagian; pelaku, perangkat keras dan
perangkat lunak. Tujuan pesantren terdiri dari tujuan khusus dan umum.
B. Kiai-ulama
adalah penentu langkah pergerakan pesantren. Ia sebagai pemimpin masyarakat,
pengasuh pesantren, dan sekaligus sebagai ulama.
C. Pola-pola pondok pesantren ada
5,yaitu:
Pola I, pesantren yang masih terikat kuat dengan system pendidikan Islam
sebelum zaman pembaharuan. Pola II,
Mulai
mengajarkan ekstra kurikuler seperti keterampilan dan praktik keorganisasian.
PolaIII, Menyeimbangkan antara ilmu agama dan umum. Pola IV, mengutamakn
pengajaran ilmu-ilmu ketrampilan disamping ilmu-ilmu agama. Pola V, mengasuh
beraneka ragam lembaga pendidikan yang yang tergolong formal dan nonformal.
D. Problem
dalam pengelolaan pondok pesantren antara lain berkaitan dengan kurangnya
sumber daya manusia yang berkualitas, minimnya sarana dan prasarana, dan
akuntabilitas program kemasyarakatan yang kurang memadai, terutama dalam kaitan
dengan kebutuhan era global.
E. Dalam
era globalisasi ada 6 hal yang perlu dikembangkan dalam pesantren yaitu:
penataan kurikulum, proses pembelajaran, Pembentukan karakter,
Pembentukan
manusia religious dan akhlak, pembentukan manusia sebagai makhluk social,dan
pembentukan watak bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Mujib,
Abdul & jusuf mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam,Jakarta:Kencana.2008
M.Sulthon & Moh.Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren
dalam PERSPEKTIF GLOBAL,(Jember: LaksBang PRESSindo.2006
Nata,
Abudin, kapita Selekta Pendidikan Islam
Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam,Jakarta:PT.Raja Grafindo
Persada.2012
Pesantren,
Pustaka, Pemberdayaan Pesantren Menuju
Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan,Yogyakarta:PT.LKiS
Pelangi Aksara.2005
Putra
Daulay,Haidar, Pemberdayaan Pendidikan
Islam di Indonesia,Jakarta:PT RINEKA CIPTA.2009
Putra Daulay, Haidar , Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indinesia.Jakarta:PRENADA
MEDIA.2004
Rr
SuhartinI, A.Halim, & M .Choirul Arif,A,sunarto, Manajemen Pesantren,Yogyakarta:PT.LKIS Printing Cemerlang.2009
Zarkasih, Effendi, Khutbah Jum’at Aktual, Jakarta: Gema
Insani,1999
[1]
Effendi Zarkasih, Khutbah Jum’at Aktual,(Jakarta: Gema Insani,1999),hlm
81
[2]
Abdul mujib & jusuf mudzakkir,Ilmu
Pendidikan Islam,(Jakarta:Kencana.2008). hlm 235
[3]
Pustaka Pesantren,Pemberdayaan Pesantren
Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan,(Yogyakarta:PT.LKiS
Pelangi Aksara.2005). hlm 7
[4]
Ibid, hlm 8
[5]
H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan
Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
di Indinesia.(Jakarta:PRENADA MEDIA.2004). Hlm 27-30
[6]
M.Sulthon & Moh.Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren dalam PERSPEKTIF
GLOBAL,(Jember: LaksBang PRESSindo.2006),hlm 21
[7]
Ibid,hlm 26-27
[8]
Abudin Nata, kapita Selekta Pendidikan
Islam Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam,(Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada.2012)hlm 328
[9]
A.Halim,Rr Suhartini & M .Choirul Arif,A,sunarto, Manajemen Pesantren,(Yogyakarta:PT.LKIS Printing
Cemerlang.2009).hlm 3
[10]
Haidar Putra Daulay, Pemberdayaan
Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta:PT RINEKA CIPTA.2009). hlm.131-134
Tidak ada komentar:
Posting Komentar